Filsafat dan Agama?

Ms. Novilosophy
4 min readAug 8, 2020
Tempat favorit untuk semedi…

Filsafat dan agama dalah dua hal yang tidak asing lagi untuk didengar, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu dua hal ini sudah berkembang dengan makna yang berbeda dan saling dipertanyakan. Kelas kuliah umum bersama Saras Dewi sepertinya terlalu sayang untuk hanya didengar melalui rekaman ini, sehingga terdapat banyak hal yang ingin saya diskusikan lebih lanjut dan salah satunya juga sudah didiskusikan di dalam pertemuan kelas Humanistic Studies di hari berikutnya. Pembahasan yang cukup menarik ada dalam essai ini adalah pemahaman akan filsafat dan agama, kemudian bagaimana keduanya saling mempengaruhi.

Agama yang pada dasarnya berasal dari bahasa Sansekerta agam yang memiliki arti doktrin atau dogma, sedangakan dalam bahasa Inggris religion berasal dari bahasa Latin religionem yang berarti kepatuhan atau ketundukkan pada sesuatu yang sakral. Sedangkan filsafat sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Latin, yaitu filia yang berarti kecintaan dan sofia yang berarti kebijaksanaan, sacara garis besar bisa ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah kecintaan manusia pada kebijaksanaan dan untuk terus melanjutkan melalui cara-cara berpikir kritis. Maka, dilihat dari sedikit penjelasan singkat mengenai filsafat dan agama ini bisa diartikan bahwa filsafat dan agama memiliki makna yang berbeda. Filsafat yang merupakan hasil dari produk perenungan, sedangkan agama adalah produk dari ketundukan.

Ini sewaktu ikut live-in di STFT Jakarta, belajarnya macem ginian. Jadi kangen teman-teman di sana…

Dengan adanya kontradiksi dalam memaknai filsafat dan agama, jelas jika tujuan diantara keduanya berbeda, walaupun bisa dipertanyakan apakah ada korelasi bahkan titik temu diantara keduanya. Menurut pemahaman saya mengenai filsafat, adalah cara atau konsep seseorang dalam memandang kehidupan yang diinginkan secara luas dan menyeluruh dari berbagai hubungan. Sedangkan agama adalah lebih mengenai keimanan (kepercayaan) terhadap-Nya.

Dibalik kata filsafat dan agama yang sering diperdebatkan terdapat nilai-nilai historikal yang patut juga dipelajari. Awalnya untuk membentuk suatu keyakinan, agama sangat penting peranannya, akan tetapi jika tidak ada akal (alasan) yang kuat akan keyakinan itu bisa saja keyakinan seseorang akan pudar atau luntur. Seperti yang dialami Imam Ghazali, setelah mempelajari ilmu fisafat dengan tuntas dan melakukan komparasi antara masyarakat awam pada umumnya dengan masyarakat yang memiliki cara pandang yang luas dan berberda.

Banyak filsuf –filsuf terdahulu yang memiliki pemikiran tertentu terhadap suatu keimanan dan keyakinan, akan tetapi dasar-dasar fundamental berpikir tersebutlah yang sering menimbulkan perdebatan diantara pemuka agama. Hukuman mati yang dialami oleh filsuf Romawi misalnya, adalah akibat pemikiran dia yang dianggap telah mengkhianati dan menodai agama pada saat itu. Tidak ada kata untuk men”general”kan suatu pernyataan, yang ada adalah bagaimana seseorang mengkaji particularnya sebab, sehingga seorang filsuf lebih ingin untuk mengetehui banyak hal dengan pandangannya yang luas dan berpikir kritis untuk menanyakan alam semesta besrta isinya, kritis terhadap kehidupan manusia, dan bahkan terhadap keberadaan Tuhan.

Saya meyakini akan pemahaman filsafat terhadap agama, ataupun sebaliknya dengan terus mengkaji dan tidak berpikir sempit terhadap cara filsuf menyampaikan pemikirannya ataupun agama mengajarkan kebatinan akan tunduk kepada Sang Pencipta. Agama yang sudah saya pelajari terlebih dahulu ketimbang pemahaman filsafat memang mempengaruhi saya dalam merespon suatu pemikiran lain mengenai keberadaan Tuhan. Jika sesuai dengan agama yang saya pelajari, maka hal-hal mistik, rasionalis, dan keeksistensialisan Tuhan yang dipertanyakan dengan kritis jawabannya adalah dengan yakin atas semua hasil ciptaannya sekarang, meyakini keberadaan Tuhan dengan cara pandang hidup yang sederhana sesuai dengan kapasitas akal dan rasional atau terlepas dari itu semua dalam meyakini Tuhan dan agama yang saya jalani.

Pemahaman secara rasional dengan akal yang pada dasarnya adalah pemberian Tuhan mengenai agama dan Tuhan akan bertemu pada suatu batasan-batasan. Batasan-batasan yang dimaksud misalnya, adalah ketika seorang mengimani suatu hal dan mendapatkan pengalaman batin yang irrasional, maka pemikiran terhadap eksistensi Tuhan dipertanyakan cukup hingga saat itu, dikarenakan ada banyak hal mengenai Tuhan yang seorang manusia (hasil ciptaan-Nya) terbatas berpikir terhadap hal tersebut dengan panca indera dan akal yang tak terbatas. Misalnya adalah dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan, menurut agama yang sudah saya yakini Tuhan berada di suatu tempat yang disebut Arsy, kedudukan tertinggi di atas langit.

Dengan merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujudya, sangat sulit dijelaskan apalagi jika keyakinan ini diperkenalkan kepada anak-anak kecil. Saya meyakini keberadaan Tuhan dengan merasakan ciptaan-Nya dan menjalankan perintah melalui pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bukti-bukti bahwa Tuhan itu ada, justru membuat semakin banyak pertanyaan –pertanyaan dari rasional akan keberadaan Tuhan dan peranannya. Bukan lagi doktrin atau dogma tentang agama yg memungkinkan kita jadi bebas berpikir, akan tetapi kemampuan pengolahan akan pemikiran (akal) dengan berdialog dan hasrat ingin lebih mengetahui adalah bukti bahwa sebagai individu yang berakal dan berorientasi pada keimanan yang tertinggi.

Segala kebenaran akan pengetahuan seorang individu pasti bersifat relatif (tidak mudah untuk benar), fana (tidak tahan lama, kebenaran sementara), dan tentunya terbatas, tidak bisa mengetahui banyak hal. Akan tetapi, kebenaran bisa berubah menjadi mutlak jika didapatkan secara objektif dan disusun dengan relatif sempurna, utuh dan tidak saling bertolak belakang.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Ms. Novilosophy
Ms. Novilosophy

Written by Ms. Novilosophy

“Look at me as many times as you wish, but you won’t get to know me! Since you have last seen me, I’ve changed a hundred times!” ~ Rumi

No responses yet

Write a response