Memaknai Kemerdekaan

Ms. Novilosophy
2 min readAug 8, 2020

--

Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Menjadi negara merdeka setelah memperjuangkan hak-hak untuk merdeka tidak menyurutkan langkah Indonesia untuk tetap bergelut dengan kata merdeka, hingga saat ini. Konon katanya, kemerdekaan yang dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah atas dasar perjuangankah, pemberian, atau karena adanya momentum yang pas untuk merdeka? Lalu, untuk apa kemerdekaan? Bagimana cara memaknai kemerdekaan saat ini?

Terlepas dari pertanyaan yang ingin memastikan, ada tujuan penting kenapa harus segera merdeka, yakni demi perubahan. Bung Karno pernah mengatakan bahwa ketika kita memperoleh kemerdakaan bukan berarti kita sudah merdeka. Akan tetapi ketika sudah mendapatkan kemerdekaan, maka hari kemerdekaan itu yang akan menjadi jembatan emas bagi bangsa untuk segera pergi ke seberang. Setelah melewati jembatan emas ini (hari kemerdekaan), maka sampailah di seberang dan ketika sudah sampai di seberang barulah memerdekaan negara untuk membina, mendidik dan memajukan masyarakatnya (Kompasiana, 2012).

Nyatanya, jembatan yang sudah dibangun dengan darah tak cukup kuat untuk menahan terpaan angin di masa kini, atau mungkin angin yang menerpa dulu tak sekencang angin badai saat setelah kemerdekaan. Kebodohan, kemiskinan masih menjadi belenggu dalam kemerdekaan. Inilah yang harus diperdalam untuk ditemukan jawabannya.

Jika memang benar tidak semua orang bisa memaknai kemerdekaan secara sesungguhnya, sama halnya dengan kontroversi dulu dimana tak semua orang juga bisa mendengar, melihat, menikamti, dan merasakan kemerdekaan 1945 secara bersama-sama. Butuh waktu untuk menyebarkan satu rasa merdeka, tak terkecuali saat ini. Negara dengan kawasan kepulauan yang luas dan berbagai macam perbedaan personal penghuninya membuat Indonesia harusnya siap memaknai kemerdekaan secara sederhana dan tidak berpangku tangan untuk merdeka. Bukankah jiwa pejuang sudah terpatri sebagai penduduk Indonesia yang lama terjajah?

Maka apakah benar, kawasan yang tidak mengetahui pidato kemerdekaan bukanlah Indonesia dan tidak mengakui Indonesia merdeka?. Apakah dengan ikut mendengar pidato proklamasi secara bersamaan berarti sudah merasakan kemerdekaan dan yang tidak bisa mendengarkan pidato pengumuman tersebut merasa masih belum merdeka?

Merdeka di sini adalah keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dsb); kebebasan: — adalah hak segala bangsa; dan merdeka bukan masalah dengar atau tidak dengar pidato kemerdakaan atau pengumuman kemerdekaan. Indonesia adalah negara kepulauan yang luas, akan wajar jika terjadi keterlambatan dalam mengetahui deklarasi ini. Bahkan tak sedikit peranan media cetak, pers, dan radio untuk membantu penyebaran teks proklamasi pada saat itu. Maka, memaknai kemerdekaan saat ini tidak cukup dengan hanya menyerukan kata merdeka atau secara sederhana merasa bangga, bukan?

Maka jelas, bukanlah pemberian untuk merdeka, penuh perjuangan sebagai bumbu pendramatisir merebut kemerdekaan, dan adanya momentum sebagai celah dimanfaatkanlah untuk merdeka. Cerdas!

Referensi dan inspirasi

http://www.youtube.com/watch?v=YOBe-tDf3Bs.

http://sejarah.kompasiana.com/2012/12/22/27-desember-1949-adalah-hari-kemerdekaan-indonesia-518216.html

http://www.artikata.com/arti-340634-merdeka.html

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Ms. Novilosophy
Ms. Novilosophy

Written by Ms. Novilosophy

“Look at me as many times as you wish, but you won’t get to know me! Since you have last seen me, I’ve changed a hundred times!” ~ Rumi

No responses yet

Write a response