Pentingkah Pancasila Bagi Indonesia Hari Ini?
Ditulis di Kelas Pancasila
16 April 2014

Membahas eksistensi Pancasila saat-saat ini tidak akan pernah habis. Sangat menarik untuk mengkaji ulang sejarah dan mempertanyakan keberadaan Pancasila. Terdapat dua hal besar yang akan dibahas, ringkasan hasil pemerhati bangsa mengenai penting tidaknya Pancasila tanggapan dan juga refleksi mengenai hal ini.
Menurut Cokro Wibowo (GMNI), Pancasila dikaji dari berbagai sudut pandang. Bisa dilihat dari sudut pandang tujuan historisnya dan juga pengimplementasiannya. Pada dasarnya, Pancasila lahir dari proses yang panjang dimulai dari BPUPKI yg berjumlah 60–66 orang. Yang melahirkan Pancasila merupakan para pemimpin tulus dan peduli terhadap negara. Pancasila hadir sebagai buah dari ekstraksi pemikiran para anak zaman yang gelisah akan kondisi ketertindasan. Pancasila tidak penting ketika hanya sekedar jargon tanpa substansi, seperti pada saat Soeharto, Pancasila hanya dijadikan sebagai alat untuk mengkhianati nilai-nilai Pancasila itu sendiri dengan doktrin Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Padahal bila mengerti Pancasila berarti paham akan negara. selain itu, pada pembicara kali ini juga membicarakan bahwa janji yang ada pada Pembukaan UUD merupakan janji bangsa terhadap negara, janji kemerdekaan.
Sedangkan dari sisi Khotimun Sutanti (Legal Reform), ibaratnya gambaran kondisi penduduk Indonesia saat ini seperti “Menumpang di negeri sendiri”, artinya para penduduk Indonesia seolah-olah tidak pernah merasakan nikmatnya berbangsa dan bernegara dengan benar-benar memiliki Indonesia sebagai negaranya. Yah, bagaimana tidak jika berbagai hasil kerja keras orang-orang Indonesia hanya untuk diserahkan kepada bangsa lain, contohnya saja Indonesia hanya sebagai pekerja atau pegawai di perusahaan tertentu, sedangkan pemilik perusahaan dan penguasa modal adalah orang asing, tapi perusahannya ada di Indonesia. Pembicara juga membahas nilai-nilai dalam Pancasila, dan memfokuskan kepada nilai keadilan sosial merupakan hal yang fundamental dalam Pancasila.
M. Ridwan, SH, MH. Pun mengatakan pertama, keraguan Moh. Hatta terhadap penjelasan Moh. Yamin mengenai teks Pancasila (sejarah). Kedua, Pancasila merupakan sebuah proses dalam perumusannya. Ketiga bila dihubungkan dengan konteks sekarang, Pancasila hanya sekedar teks tanpa pengahayatan yang mendalam. Hal ini disebabkan karena Pancasila dianggap sudah kuno dan tidak kontekstual. Keempat, demokrasi di Indonesia merupakan hasil dari mufakat bersama. Kelima, nilai-nilai Pancasila bersifat dinamis, sehingga Pancasila merupakan ideologi terbuka yang mengindikasikan keluwesan Pancasila sebagai pedoman atau standar dari kedinamisan tersebut karena pada prakteknya Pancasila dijadikan formalitas belaka.
Menanggapi hal-hal tersebut, sejauh ini Pancasila yang pernah saya dapatkan dulu tidak jauh berbeda dengan kata membosankan. Bagaimana tidak, jika Pancasila hanya dijelaskan sejarah pembentukannya dan mendoktrin Pancasila dengan kelengkapan butir-butir Pancasila yang apik tersusun rapi dalam undang-undang negara. Sedangkan tidak ada satupun kajian untuk bagaiaman Pancasila diterapkan, mengapa harus Pancasila, kenapa saya harus berpegang teguh pada Pancasila, dan tindakan seperti apakah yang dikategorikan sebagai tindakan berdasarkan Pancasila.
Kembali dengan rasa percaya dan mengerti akan Pancasila, ada tidaknya Pancasila tidak sedikitpun mempengaruhi seorang individu untuk bertindak dan menjalani hidup di Indonesia. Formalitas untuk bernegara juga tidak? Ah, itu hanya kata para guru yang pernah mengatakan jikalau warga negara asli Indonesia, otomatis mengakui Pancasila dan wajib mempelajarinya. Mungkin secara tidak langsung, pengamalan setiap sila di dalam Pancasila sudah pernah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, bisa dikatakan bahwa individu tersebut adalah warga negara yang baik, meskipun tidak mengerti betul apa itu Pancasila secara detailnya.
John Gardner katanya pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa mempercayai sesuatu yang memiliki sebuah nilai-nilai tertentu (Madjid dalam Latif, 2011: 42). Jikalau Indonesia punya cita-cita yang berlandaskan nilai-nilai tertentu, maka percayalah bahwa semua itu adalah landasan moral yang tepat untuk bangsa yang besar. Pancasila yang hingga saat ini masih berlaku sebagai ideologi dan identitas sebuah bangsa dibentuk, diciptakan, dan dikembangkan oleh orang-orang hebat yang memiliki kepentingan tertentu dan tentunya saya tidak tahu (tidak pernah tahu) apa kepentingan mereka pada saat itu. Kepentingan negara dan bangsa yang lebih besar.
Terlepas dari pendapat orang ahli mengenai Pancasila dengan segala alasannya, masih pentingkah cerita dan tafsiran sejarah telah lalu? Masih penasaran dengan Pancasila yang dimiliki Indonesia? Dan masihkah kau butuh mempelajari Pancasila? Adalah pertanyaan-pertanyaan yang masih terselip di dalam mungkin setiap individu yang tentunya peduli akan adanya Pancasila tidak hanya sebagai alat kelengkapan negara, akan tetapi nilai-nilai bangsa yang diambil pada jaman tertentu dan harus dipertahankan hingga saat ini.
Dalam renungan berpancasila, memahami akan makna Pancasila saja tidak cukup. Harus ada sudut pandang tertentu yang bisa membuat pengartian dan pengaplikasiannya tidak dicampur adukkan. Ketika membicarakan Pancasila dari sudut pandang sebuah bagian filsafat, dirasa perlu sekali mengajukan penilaian atau pandangan manusianya. Beragamnya bentuk manusia dengan segala tipe, pandangan atau paham, dan keyakinan, membuat setiap orang berhak untuk memberikan penilaian tertentu kepada Pancasila. Menafsirkan Pancasila dengan sesuka hati menurut interpretasi masing-masing individu bisa jadi menimbulkan pandangan subjektif atau objektif, sehingga menghasilkan pemikiran dan kepercayaan yang bisa jadi positif atau bahkan negatif. Secara etika, sikap manusia seperti apakah yang diharapkan dari keyakinan berpancasila? Secara estetika, apakah Pancasila sebagai hasil karya pencetusnya dulu dianggap bernilai, baik atau buruk?
Jikalau penilaian dari masing-masing orang berbeda, benar jika ada pandangan baik dan buruk dengan adanya Pancasila, yang akhirnya timbul rasa perlu atau tidak untuk berpancasila. Terlepas dari cerita sejarahnya yang hebat, Pancasila bukan hasil suksesi yang gagal. Akan tetapi lebih kepada Pancasila yang berkembang dengan manusia yang memiliki penafsiran berbeda-beda akan Pancasila yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini dengan catatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung Pancasila. Boleh jadi, perkembangan manusia yang gagal (kurang baik) untuk kembali merenungi Pancasila yang sudah jelas. Bagaimanapun, di setiap pemikiran manusia terdapat tujuan-tujuan tertentu untuk memaknai Pancasila demi suatu tujuan pribadi ataukah golongan. Istilah singkatanya yah, bertindak heroik atau sewenang-wenang dengan mengatasnamakan Pancasila.
Untuk menjaga Pancasila, manusia perlu etika. Etika di sini tidak seperti etika pada umumnya. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Guna dari etika sangat signifikan, salah satunya untuk menekankan bahwa kepercayaan terhadap Pancasila, perlu. Dikarenakan ada sikap yang perlu diperbaiki sebagai kewajiban moral berbangsa dan bernegara. Dengan beretika, diharapkan dapat seseorang dapat menghadapi ideologi-ideologi itu dengan kritis dan objektif dan untuk membentuk penilaian diri sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing dan percaya dengan pengetahauan yang baru didapat. Terlebih lagi jika sampai ada orang yang belum pernah memahami Pancasila, akan tetapi meyakini dan mengkultuskan ideologi lain.
*