Rekonsiliasi 1 : Sang Arjuna Katanya…
Semoga engkau tak pura-pura lupa tentang kisah gadis yang membuat sayembara di dunia maya “ Barangsiapa saja yang bisa membuatnya tidur terlelap, walau hanya semalam, bisa (kemungkinan) mendapatkan hatinya.” Seorang gadis yang mengaku tidak bisa tidur selama 3 bulan karena beban hidup yang bisa dibilang overload untuk umur yang belia.
Menghabiskan segala merek obat lelap yang dijual bebas di toko obat dan warung dengan varian dosisnya, menghitung domba ala dongeng negeri seberang, membaca jurnal penelitian yang dicap membosankan bagi kalangan mahasiswa dan konon menjadi penina-bobo terampuh, ternyata tak cukup membantu.
Dengan keyakinan dan ketulusan Sang Arjuna datang. Lengkap dengan senjata dan kudanya, mencoba menawarkan waktu sebagai obat tidurnya. Cukup pelik menaklukan luka yang rumit, hingga akhirnya malam itu Si Gadis berhasil terlelap.
Esoknya…
Sadar akan malam yang tak biasa, Si Gadis kembali mendekati Arjuna dan meminta untuk menetap. Berniat ingin kembali mengenalnya. Walapun sebenarnya dia bukanlah orang asing yang tiba-tiba datang membawa penawar racun.
Kedatangannya membuat Si Gadis kembali hidup, mencoba merakit mimpi, mengingat dan mengulang apa yang tertinggal dari 3 bulan kelam itu. Perlahan… Semua dilakukan pelan-pelan. Agaknya kekuatan Si Gadis yang berangsur-angsur pulih yang mendorongnya untuk segera bangkit dan mengejar ketertinggalan.
Arjuna memang tidak menetap dekat dengan Si Gadis. Namun eksistensinya yang tak terduga dan tepatlah yang menggenapi Si Gadis. Luka yang tak akan pernah bisa pulih sedikit terobati, walau meninggalkan bekas, namun pasti sudah tak sakit.
Kala itu, Arjuna bercerita bagaimana ia menunggu momen ini datang dalam hidupnya. Ya… sekian tahun, belasan tahun. Dalam diam, sesungguhnya dia menjaga Si Gadis. Di saat masih anak-anak, remaja, hingga dewasa, Arjuna selalu menggenapi langkah, payah, dan kebahagiaan Si Gadis. Arjuna menunggu…
Tidak hanya waktu yang diberikan, keahliannya di segala bidang teknologi, ilmu pengetahuan, sosial, segalanya ternyata untuk membantu Si Gadis agar bisa tetap berdiri tegar. Tetap saja, Si Gadis masih belum bisa menganggap keberadaan Arjuna dalam hidupnya. Kenapa? Karena itu kemustahilan bagi seorang gadis biasa-biasa saja.
Arjuna dan Si Gadis yang sedang kesepian lambat laun saling membuka diri. Berpasrah dengan aliran sungai yang semakin deras bergemuruh di dadanya. Mereka memutuskan membangun kisah kasih.
***
Bersama gemuruh ombak di laut, Arjuna menggenggam tangan Si Gadis. Dalam hidupnya, Si Gadis tidak pernah merasa sebahagia ini. Kebahagiaan bagi Si Gadis adalah hal yang paling mustahil, menyakitkan, dan ketidakmungkinan.
Si Gadis bertanya “Akankah kita bisa seperti ini lagi setelah ini? Sebahagia ini lagi? Berjalan bersama di tepi pantai, tempat kesukaanmu.”
Dengan lantang Arjuna menjawab “Ya, kenapa tidak?”
Ku lanjutkan bermain pasir sambil menatapnya. Hatiku penuh tanya, harap, dan doa. Ku amini dia, ku imani ucapannya.
***

Di suatu sore, Arjuna menyapa dari kejauhan. Kami bertemu di tempat favorit yang menyediakan segelas kopi hitam Americano kesukaannya. Senyum Si Gadis merekah, karena lama sekali tak berjumpa dengan Arjuna. Si Gadis selalu memilih untuk tak hidup di kota yang sama dengan Arjuna. Itu adalah prinsipnya setiap memilih membuka hati untuk laki-laki, berusahalah tak hidup satu kota dengannya. Hitunglah dengan jari, berapa kali dalam setahun untuk bisa bersua dan memandang wajahnya lama-lama.
Saat itu, Arjuna membawakan kotak kecil yang berisi 2 benda aneh berbeda warna, biru dan merah darah. Bentuknya oval dan berkilau.
“Wah, cantik sekali.” Gumam Si Gadis.
Arjuna bercerita jika ada seorang Pak Tua yang tidak dia kenal dahulu kala pernah menemuinya secara tiba-tiba di pinggir jalan saat akan ke masjid. Pak tua itu berkata “Berikan ini pada wanita yang engkau yakini menjadi istrimu kelak.”
Arjuna yakin, setelah pengembaraan dia yang pelik dalam hal asmara selama ini, mencoba membuka hati ke banyak wanita. Ternyata hanya Si Gadis yang tidak pernah hilang dari hidup dan doanya. Arjuna juga tidak gegabah, dia menunggu momen penggenapan dalam hidup Si Gadis untuk bisa menyapanya kembali sebagai pujaan hatinya. Bukan sekedar orang asing yang agak kenal.
Arjuna meletakkan batu kecil merah itu ke dalam genggaman tangaku. “Pakailah, untukku. Aku memilihmu.”
Si Gadis yang tak pernah percaya akan kebahagiaan dan laki-laki itu, mulai gelisah. Dia merasa hidupnya akan semakin rumit karena dia saat ini sedang tidak merasa percaya bahwa dia sekarang bahagia. Si Gadis makin takut jika ada kebahagiaan yang sedikit saja mampir di hidupnya. Takut sekali.
***
Hingga…
Tujuh tahun bersama, dunia begitu luas dan menantang untuk dijelajahi berdua. Mengukir impian mengambil Ph.D bersama dan menua bersaing menjadi profesor di bidang masing-masing adalah topik obrolan yang tidak akan usai dibahas.
Tujuh tahun bersama, melewati 2,556 hari diisi dengan diskusi-diskusi yang memuaskan rasa ingin tahu Si Gadis akan dunia dan isinya, ambang batas dunia dan kemistisannya, menjangkau kehidupan-kehidupan yang tidak pernah terpikir sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan Si Gadis akan segala hal rupanya memang tak pernah habis. Baik dalam diskusi lewat tulisan dan obrolan jarak jauh, tetap menjadi rumus kerinduan tersendiri.
Tujuh tahun bersama, melewati malam dengan dongeng khas flora fauna yang cukup menguras otak. Karena jika kisah dituturkan tak logis, Si Gadis mulai meracau bertanya ini itu, kenapa begini begitu.
Kenangan paling manis selama tujuh tahun tercatat dalam memori Si Gadis tanpa sedikitpun terlewat. Tangis, tawa, kecewa, bahagia, marah, maaf, tidak akan terlewat dalam membangun cinta kasih. Dan yang paling membuat tanya, setiap ada masalah, gelisah, amarah, kecewa, selalu berlabuh pada bertambahnya rasa sayang. Selalu demikian.
Saling menguatkan, berjuang bersama, seakan menjadi hembusan nafas dalam hubungan Arjuna dan Si Gadis. Sedangkan doa adalah kobaran api yang dibakar untuk tak membuatnya padam. Ada sabar, tulus, dan kesetiaan yang menjadi air untuk sesekali menyeimbangkan api yang besar.
***
Dan Arjuna lelah.
Si Gadis yang tak berhenti berdoa akan akhir dari kisah ini menjadi indah, rupanya takut. Saat Arjuna tiba-tiba memilih diam dan dingin. Si Gadis bukan tanpa alasan ketika berdoa sekuat tenaga, karena memang Arjuna berjuang di medan perang yang tak ada ujungnya. Selalu menyediakan rumah untuk Arjuna kembali adalah solusi terbaik yang dilakukan selama ini, selalu memberikan kehangatan saat dia lelah dan berkeluh, mengusap keringat dan luka yang kembali terkoyak. Namun rupanya luka itu terlalu melebar, menjalar ke seluruh tubuh yang membuat Arjuna terdiam dan dingin. Lalu… tidak kunjung pulang.
Si Gadis sangat khawatir dengan apa yang terjadi. Mencoba memahami situasi yang sebenarnyapun tidak dijelaskan olehnya, apa yang sebenarnya terjadi di sana. Membuat asumsi Si Gadis yang kian menggerogoti pikirannya. “Apa yang salah?”
Seakan menjalarnya luka Arjuna juga dirasakan Si Gadis, seketika dunia menjadi gelap. Tak ada cahaya yang datang tiap pagi. Kicauan burung mendadak pergi. Siang semakin terik. Sore dihajar badai. Dan malam menjadi sangat sepi.
Wahai Arjunaku…
Ingatlah selalu,
Wanita paling tangguh,
Yang masih menunggumu dan mencintaimu,
Sebut saja itu aku.
Aku tetap merindukanmu,
Meski kepergian tanpa pamitmu terlampau rumit dimengerti,
Aku…
Masih menyediakan rumah yang sama,
Dengan kehangatan yang tak pernah padam,
Dengan doa yang terpanjatkan,
Tidak berubah,
Tetap sama,
Pulanglah…
Jika kepergianmu adalah bagian dari sebuah rencana sejak dulu,
Lalu mengapa kau tawarkan masa depan bersamaku?
Menciptakan hari-hari penuh harap,
Menaburinya dengan wewangian tulusmu,
Menyiraminya dengan kasihmu,
Mengobati lukaku yang menahun,
Menyembuhkan traumaku,
Kemudian kau goreskan luka baru di tempat yang sama?
Menciptakan trauma yang sama kepadaku?
Dengarkanlah!
Lukamu adalah lukaku,
Kebahagiaanmu adalah bahagiaku,
Sedihmu adalah tangisku.
Masih dengan diriku yang sama, mencintaimu…
Berusaha memahami keputusan sepihakmu,
Rintihan yang samar-samar masih terdengar,
Suara berat dan dalam yang teringat,
Air mata yang mengering,
Masih bisa ku rasakan,
Kembalilah…
Yang aku tau,
Laki-laki memiliki kekuatan tersembunyi,
Yang tak pernah bisa disamakan dengan kekuatan wanita,
Dibalik kuatnya wanita menunggu,
Ada laki-laki yang tak pantang menyerah berjuang.
Bukan memaksa,
Aku hanya yakin doaku akan segera terkabul,
Aku bisa mendengar Dia mengatakannya,
Selama berdoa,
Aku tak pernah bisa melihatmu,
Namun kini, aku sudah bisa melihatmu dengan jelas,
dalam doaku,
Disanalah aku semakin yakin dan percaya,
Bahwa ini adalah jawaban doaku.
Sialnya,
Belum sempat aku bercerita,
Kau sudah memilih pergi dan berputus asa.
Sialnya,
Engkau pergi di saat semesta perlahan penuh
dengan doa kita,
Aku tak pernah berhenti melanjutkan berdoa,
Agar engkau tak lupa jalan pulang,
Agar engkau ingat ada wanita yang masih menunggumu.
Aku tak pernah karam,
Selama aku masih berdiri,
Artinya masih ada rumah yang hangat,
yang menerima Arjunanya kembali.
Aku tak pernah tumbang karena menunggu,
Karena aku adalah bagian dari doamu dan perjuanganmu,
Jangan bertanya kenapa bisa sekuat itu,
Tanyalah pada dirimu,
Betapa kuatnya perjuanganmu.
***
Bersambung…
***